Rabu, 03 Desember 2014

RESISTENSI ANTIBIOTIK


Definisi Antibiotik
Antibiotik adalah obat yang mengandung segolongan senyawa, baik alami maupun buatan, yang dimaksudkan untuk menekan atau menghentikan proses biokimia di dalam tubuh bakteri. Obat ini biasa digunakan untuk menyembuhkan penyakit yang disebabkan oleh kuman berupa bakteri.

Cara Penggunaan Antibiotik
Antibiotik didapatkan dengan resep dokter dan digunakan secara rasional (tepat), baik tepat pengobatan, tepat dosis, tepat cara dan tepat dalam lama penggunan.
·         Tepat pengobatan: Antibiotik harus dipilih secara tepat sesuai kuman yang menginfeksi.
·         Tepat dosis: Ketepatan dosis menjadi penting karena dosis yang tepat dapat mencapai terapi yang diharapkan.
·         Tepat cara penggunaan            : Antibiotik harus diminum tepat pada waktunya, hal ini berkaitan dengan mekanisme penghambatan antibiotik terhadap kuman yang harus berlangsung terus menerus hingga terapi berhasil membunuh semua kuman.
·         Tepat lama penggunaan : Pengobatan dengan antibiotik juga bergantung jangka waktu pengobatan karena setiap kuman memiliki lama waktu yang berbeda untuk tuntas dibunuh.
Dalam pengobatan dengan antibiotik, obat harus diminum taat setiap waktu tertentu dan jangka waktu yang sesuai sehingga biasanya digunakan sampai habis atau dihabiskan. Ketaatan pasien dalam minum obat sangat menetukan keberhasilan terapi.

Definisi Resistensi Antibiotik
Resistensi Antbiotik didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri dengan pemberian antibiotik. Resistensi terjadi apabila bakteri mengalami perubahan genetic (mutasi) sehingga menyebabkan hilangnya efektivitas antibiotik.

Penyebab Resistensi Antibiotik
Penyebab utama resistensi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas dan irrasional (kurang  tepat). Resistensi diawali dengan adanya penggunaan antibiotik yang tidak sampai habis sehingga menyebabkan bakteri tidak mati secara keseluruhan namun masih ada yang bertahan  hidup. Bakteri yang masih bertahan hidup tersebut dapat menciptakan bakteri baru yang resisten. Bakteri yang resisten dapat menyebar dan penyebaran ini dipermudah oleh lemahnya kontrol infeksi dan penggunaan antibiotika yang luas. Terdapat beberapa faktor penyebab resistensi:
1.        Penggunaannya yang irrasional
Terapi antibiotik yang kurang tepat merupakan salah satu pemicu resistensi antibiotik. Antibiotik yang sebenarnya tidak diperlukan tubuh namun diminum karena peresepan yang tidak tepat justru dapat menyebabkan kekebalan kuman terhadap bakteri. Hal ini tentunya merugikan karena diperlukan antibiotik baru yang dapat menggantikan antibiotik yang telah resisten, padahal perkembangan resistensi antibiotik lebih cepat dibanding dengan penelitian antibiotik dan antibiotik baru tersebut biasanya jauh lebih mahal.
2.      Pengetahuan pasien
Pasien dengan pengetahuan yang salah akan cenderung menganggap wajib diberikan antibiotik dalam penanganan penyakit meskipun disebabkan oleh virus, misalnya flu, batuk-pilek, demam yang banyak dijumpai di masyarakat meskipun tanpa resep dokter.
3.      Penggunaan terapi tunggal
Penggunaan terapi tunggal lebih memungkinkan terjadinya kekebalam kuman terhadap antibiotik. Kombinasi terapi dari dokter dimaksudkan untuk membasmi kuman lebih baik.
4.      Penelitian
Kurangnya penelitian yang dilakukan para ahli untuk menemukan antibiotika baru. Kejadian resistensi antibiotik berlangsung lebih cepat dibanding dengan penelitian antibiotik baru.
5.      Pengawasan
Lemahnya penngawasan dari pemerintah mengenai distribusi dan penggunaan antibiotik. Misalnya mudahnya masyarakat untuk mendapatkan antibiotik walau tanpa resep dokter. Selain itu, komitmen pihak terkait mengenai meningkatkan mutu obat dan pengendalian infeksi.
6.      Kemajuan transportasi dan globalisasi
Kemudahan transportasi dan globalisasi sangat memudahkan penyebaran bakteri resisten antar daerah, negara, bahkan lintas benua. Semua hal tersebut pada akhirnya meningkatkan jumlah orang yang terinfeksi dalam komunitas.

AKIBAT RESISTENSI ANTIBIOTIK

Resistensi antibiotik, semakin lama kuman menginfeksi semakin sulit dibasmi, penyakit menjadi sulit sembuh.
Sumber Ilustrasi : http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/05/15/resistensi-antibiotik-manusia-di-bumi-sedang-%E2%80%98terancam%E2%80%99-463213.html

Resistensi antibiotik terhadap kuman dapat menyebabkan akibat yang fatal. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang kebal terhadap pengobatan mengakibatkan bertambah lamanya seseorang menderita suatu penyakit, meningkatnya resiko kematian dan semakin lamanya masa rawat inap di rumah sakit. Ketika pengobatan menjadi lambat bahkan gagal, pasien dapat menjadi inang kuman (carrier). Hal inilah yang memungkinkan resistensi terjadi pada lebih banyak orang.

Pencegahan Resistensi Antibiotik
Pencegahan utama dari kasus resistensi antibiotik adalah terapi yang rasional. (tepat) Penggunaan antibiotika secara rasional diartikan sebagai pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis, dan waspada terhadap efek samping antibiotika.
1.        Penegakan diagnosis infeksi
Sebelum pemberian antibiotik, pasien harus tegak diagnosis infeksi baik secara klinis maupun pemeriksaan mikrobiologi. Gejala panas bukan merupakan satu-satunya alasan diagnosis infeksi bakteri.
2.      Pemeriksaan kuman penyebab
Pemeriksaan kuman penyebab beserta tes kepekaan kuman terhadap antibiotik dapat membantu pemilihan antibiotik secara tepat sehingga pengobatan yang diberikan dapat rasional.
3.      Pertimbangan perlu atau tidak antibiotik diberikan
Antibiotik diberikan pada kasus infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Untuk kasus infeksi yang disebabkan oleh virus maka dalam pengobatannya digunakan antivirus, sedangkan untuk kasus infeksi yang disebabkan oleh jamur maka digunakan antifungi sehingga antibiotik tidak tepat bila digunakan pada kasus infeksi selain oleh bakteri.
4.      Penentuan dosis, lama terapi, dan cara pemberian
Dosis, lama terapi dan cara pemberian yang tidak tepat dapat meningkatkan kejadian resistensi sehingga dalam peresepan sangat penting untuk mempertimbangkan dosis, lama terapi dan cara pemberian yang tepat.
5.      Edukasi pada masyarakat
Edukasi bahwa tidak semua jenis penyakit dapat disembuhkan dengan penggunaan antibiotik. Selain itu, bila pasien yang menerima terapi antibiotik sudah merasakan perbaikan maka pasien tidak boleh langsung menghentikan penggunaan antibiotik.
6.      Regulasi Undang-Undang
Untuk mencegah penggunaan antibiotik yang semakin meluas, pembatasan penggunaan antibiotik melalui pengobatan sendiri oleh masyarakat diatur melalui Undang-Undang.

Tidak semua jenis penyakit bisa disembuhkan dengan antibiotik. Kenali penyakit sebelum memutuskan menggunakan antibiotik. Pengobatan yang rasional yaitu tepat obat, tepat dosis, tepat cara penggunaan dan tepat lama penggunaan mencegah terjadinya resistensi antibiotik. Gunakan antibiotik sesuai resep dokter.




Referensi:
Chinedum, I. E., 2005, Microbial Resistance to Antibiotics, African Journal of Biotechnology
Vol. 4 (13), 1606-1611
Pratiwi, S. T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Penerbit Erlangga, Jakarta, pp. 180.
Utami, E. R., 2012,  Antibiotika, Resistensi, Dan Rasionalitas Terapi, Sainstis, Volume 1, Nomor
1, 125-135
Anonim, 2014, Antibiotik, http://id.wikipedia.org/wiki/Antibiotika, diakses pada tanggal 26
November 2014

Selasa, 02 Desember 2014

RHEUMATOID ARTHRITIS


Angelina Pangala 148115008
Maria Carolina 148115040                                                          


   Apa itu rheumatoid arthritis?
Rheumatoid arthritis merupakan Penyakit inflamasi (peradangan) sistemik yang mempengaruhi membrane synovial pada beberapa sendi dan mengarah ke pengikisan tulang rawan dan tulang.

Apa penyebabnya?
Rheumatoid arthritis dapat disebabkan karena pengaruh dari dalam diri manusia (misalnya: kelainan genetic) atau pun pengaruh dari luar tubuh manusia (misalnya : racun bakteri, rokok atau makanan yang tidak sehat-seimbang)

Bagaimana Perkembangan Penyakitnya?
Pada awal pekermbangan nyaakan terjadi peradangan kronis pada jaringan sinovium akibat serangan system imun (autoimun) yang dipicu oleh penyebab dari dalam ataupun dari luar tubuh, kemudian menyebabkan kerusakan tulang rawan dan tulang pada sendi.

Apa tanda dan gejalanya?
Tanda yang gejala dari rheumatoid arthritis adalah sebagai berikut:
1. Nyeri dan kaku pada sendi > 6 minggu,
2.  Letih, lemah, sedikit demam,
3.  Kehilangan nafsu makan,
4. Perubahan bentuk (deformitas) sendi,
5. Ada nodul (benjolan) rheumatoid,
6. Radang sendi serta kekakuan di pagi hari>30 menit

Pada dasarnya gejala yang paling mengganggu pada penderita rheumatoid arthritis adalah nyeri sendi yang dialami. Rheumatoid arthritis dapat mempengaruhi sendi apapun, sendi-sendi kecil di tangan dan kaki cenderung paling sering terlibat. Akibat nyeri yang ditimbulkan seseorang cenderung akan sulit melakukan aktivitas sehari-hari seperti berjalan, bekerja bahkan nyeri yang ditimbulkan dapat membuat seorang pasien sulit tidur.


https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQN-U8jj5iW_b1URlChc9ZT40u2K0vJ8CqwDIYTLC-Pvb5CTPC7Lw
                                                                             
Bagaimana Terapi Non farmakologis dan farmakologisnya?
Penanganan nyeri pada penderita rheumatoid arthritis bisa dilakukan dengan memberikan obat-obat pengurang rasa nyeri seperti obat-obat golongan NSAID (tramadol, paracetamol, ketoprofen, ibuprofen piroxicam, na-diklofenak dan celexocib) atau bisa juga digunakan obat-obat SAID (kortikosteroid). Biasanya untuk rheumatoid arthritis yang sudah sangat parah dapat dilakukan terapi penggantiaan sendi dengan operasi.

Apa itu terapi komplementer?
Dalam penanganan nyeri pada orang penderita rheumatoid arthritis, selain diatasi dengan obat-obatan dapat juga diatasi dengan terapi komplementer. Terapi komplementer merupakanterapi yang dapat mendampingi terapi obat sehingga nantinya dapat menghasilkan efek pengurangan nyeri yang maksimal. Dewasa ini berbagai terapi alternative-komplementer untuk penanggulangan nyeri pada pasien kanker telah dikembangkan Terapi alternative-komplementer selain dapat mengurangi keluhan nyeri terapi komplementer juga kadang dapat mengatasi gangguan psikologis yang dialami oleh pasien penderita rheumatoid artritis.  Salah satu terapi alternative-komplementer yang dapat digunakan adalah terapi musik.

Apa itu terapi musik?
Terapi musik juga didefinisikan terapi musik sebagai teknik yang digunakan untuk penyembuhan suatu penyakit dengan menggunakan bunyi atau irama tertentu. Terapi musik juga didefinisikan sebagai terapi keahlian yang menggunakan musik atau elemen musik yang berfungsi untuk meningkatkan kesehatan. Terapi musik merupakan terapi non-invasif yang dewasa ini banyak diterapkan pada rumah sakit dan klinik-klinik untuk sebagai terapi komplementer untuk menangani keluhan dari berbagai macam penyakit. Terapi musik memiliki banyak kegunaan diantaranya :
1. Relaksasi, Mengistirahatkan Tubuh dan Pikiran
2. Meningkatkan Kecerdasan
3. Meningkatkan Motivasi
4. Pengembangan Diri
5. Meningkatkan Kemampuan Mengingat
6. Kesehatan Jiwa
7. Mengurangi nyeri
8. Menyeimbangkan Tubuh
9. Meningkatkan Kekebalan Tubuh
10. Meningkatkan Olahraga   

Elemen dalam musik
https://encrypted-tbn2.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcQN-U8jj5iW_b1URlChc9ZT40u2K0vJ8CqwDIYTLC-Pvb5CTPC7LwTerdapat 3 elemen dalam musik yang semuanya saling memiliki keterkaitan. Musik memiliki 3 elemen penting yaitu beat, ritme, dan harmony. Beat mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmony mempengaruhi roh. Terapi Musik yang efektif menggunakan music dengan komposisi yang tepat antara beat, ritme dan harmony yang sesuaikan dengan tujuan dilakukannya terapi musik sehingga terapi musik yang efektif tidak bisa menggunakan sembarang musik. Adanya keseimbangan antara beat, harmoni dan ritme di dalam elemen suatu musik dipercaya dapat member pengaruh positif terhadap kesehatan tubuh.

Apa pengaruhnya dalam penanganan nyeri dan Bagaimana mekanismenya?
           Dalam kaitannya dengan mengurangi nyeri, Mendengarkan musik dapat memproduksi zat endorphins (substansi sejenis morfin yang disuplai tubuh yang dapat mengurangi rasa sakit/nyeri) yang dapat menghambat transmisi impuls nyeri di system saraf pusat, sehingga sensasi nyeri dapat berkurang, music juga bekerja pada sistem music yang akan dihantarkan kepada system saraf yang mengatur kontraksi otot-otot tubuh, sehingga dapat mengurangi kontraksi otot (terjadi proses relaksasi). Musik terbukti menunjukkan efek yaitu menurunkan frekuensi denyut jantung, mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri, dan menurunkan tekanan darah. Selain itu Menurut Crowe mantan presiden The National Association of Musik Therapy, mengatakan bahwa musik dan irama dapat menghasilkan efek penyembuhan. Penelitian lain juga membuktikan bahwa music dapat meningkatkan produksi zat endhorphins dan S-IgA (salivary immunoglobulin A). S-IgA ini bermanfaat untuk mempercepat penyembuhan, mengurangi resiko infeksi, serta mengontrol tekanan jantung (Asmarjanti, 2013).
            Musik juga dapat meningkatkan mood pada pasien. Mood sendiri dapat mempengaruhi kondisi nyeri yang dialami seseorang terkait dengan adanya pengaruh dari stressor. Semakin banyak stressor yang mempengaruhi seseorang maka semakin sulit seseorang untuk melakukan relaksasi. Apabila relaksasi sulit dilakukan maka nyeri yang dirasakanakan semakin kuat. Apabila mood seorang pasien dapat dibangkitkan menjadi mood yang positif maka diharapkan akan tercipta koping positif terhadap manajemen nyeri sehingga nantinya pengaruh stressor dapat diminimalisir sehingga dengan adanya penurunan stressor maka dapat meminimalisir efek nyeri yang timbul dan dapat pula meminimalkan efek penurunan imunitas pada pasien.

Bagaimana cara menggunakan terapi musik?
Dalam penggunaannya ada dua jenis cara/pendekatan dalam terapi musik yakni :
A. Terapi Musik Aktif.
Dalam terapi music aktif pasien diajak bernyanyi, belajar main menggunakan alat musik, menirukan nada-nada, bahkan membuat lagu singkat. Dengan kata lain pasien berinteraksi aktif dengan dunia musik. Untuk melakukan Terapi Musik katif tentu saja dibutuhkan bimbingan seorang pakar terapi musik yang kompeten

B. Terapi Musik Pasif
Inilah terapi musik yang murah, mudah dan efektif. Pasien hanya mendengarka dan menghayati suatu alunan music tertentu yang disesuaikan dengan masalahnya. CD Terapi Musik dari CD/kaset yang beredar dipasaran termasuk jenis Terapi Musik Pasif. Hal terpenting dalam Terapi Musik Pasif adalah pemilihan jenis music harus tepat dengan kebutuhan pasien




Contoh musik apa saja yang bisa digunakan?

        Hampir semua jenis musik bisa digunakan untuk terapi musik akan tetapi pengaruh setiap jenis musik terhadap pikiran seseorang. Setiap nada, melodi, ritme, harmoni, timbre, bentuk dan gaya musik akan memberi pengaruh berbeda kepada pikiran dan tubuh kita. Dalam terapi musik, komposisi musik disesuaikan dengan masalah atau tujuan yang ingin kita capai. Musik yang dipilih untuk terapi pengurangan nyeri pada pasien sendiri biasanya disesuaikan dengan selera musik pasien. Musik yang dipilih biasanya berupa musik yang memiliki beat, ritme dan harmoni yang lembut (biasanya yang beraliran klasik) sehingga mampu menciptakan suasana relaks bagi pasien. Terkadang apabila pasien memiliki selera musik metal, rock, disco dan electronic musik maka musik-musik up beat seperti ini memiliki ritme, beat serta harmony yang cepat hal ini nantinya akan berpengaruh pada tubuh pasien karena biasanya musik yang memiliki ritme, beat dan harmony yang cepat cenderung akan membuat pasien merasa capek dan detak jantung pasien menjadi lebih cepat sehingga nantinya dapat membuat pasien tidak rileks dan menyebabkan nyeri yang dirasakan akan semakin kuat.  Nantinya apabila pasien memiliki selera musik-musik seperti ini solusinya adalah dapat digantikan dengan versi akustiknya sehingga akan menimbulkan rasa nyaman dan damai pada saat pasien mendengarnya.

Jadi Anda tidak perlu khawatir… apabila nyeri RA melanda, jangan takut untuk meminta terapi music sebagai terapi komplementer kepada dokter Anda! Tetapi jangan lupa terapi obatnya juga dijalankan apabila terapi obat dan komplementer dijalankan niscaya nyeri RA yang Anda rasakan akan berkurang.
SELAMATMENCOBA!



DAFTAR PUSTAKA
Glecu, A., danKalla, A. A., 2011, Current Diagnosis dan Treatment Strategies In Rheumatoid Arthitis, CME, August 2011, Vol. 29, No.8.
NHMRC, 2009, Clinical Guedline for The Diagnosis dan Management of Early Rheumatoid Arthitis, The Royal Australian College of General Practioners, Australia, pp. 1-46.
American Music Theraphy Association, 2014, Music Theraphy and Medicine, www.muictheraphy.org, diaksestanggal25 November 2014.

Senin, 01 Desember 2014

KETOMBE? TIDAK MASALAH

Desi Irwanta K., S.Farm (148115016)
Gede Wiwid Santika, S.Farm (148115024)

Memiliki rambut yang sehat merupakan keinginan setiap orang. Namun apa jadinya jika pada rambut terdapat ketombe?

Apa itu ketombe?
       Menurut Toruan (1989), ketombe adalah suatu gangguan pada kulit kepala yang berupa pengelupasan kulit mati secara berlebihan yang kadang disertai dengan rasa gatal.

Ketombe terbentuk ketika sel-sel kulit kepala terlalu cepat menua dan mati, yang berakibat munculnya lapisan keratin yang keras dan berminyak. Sel-sel rambut akan tumbuh dengan fase teratur, yaitu setiap 24 hari sekali. Ketika sel-sel itu mencapai kulit kepala dan telah kering dan menjadi sel mati yang berbentuk bintik-bintik putih,  maka sel tersebut akan luruh. Sel-sel mati yang luruh inilah yang biasa dikenal sebagai ketombe. Ketombe tidak berarti kita memiliki rambut kotor, namun proses penataan rambut dengan produk berbahan kimia dapat menyebabkan kulit kepala terkelupas. Beberapa pewarna rambut dan produk styling dapat meninggalkan residu, serpihan kering atau memicu reaksi kulit yang terlihat seperti ketombe. Oleh para ahli, ketombe dihubungkan dengan infeksi jamur Pytosporum ovale dan spesies lainnya dari genus Mallassezia yang merupakan flora normal pada kulit kepala dimana terjadi pertumbuhan yang tidak dapat dikendalikan sebagai faktor pencetus terjadinya kelainan pada kulit kepala.

Beberapa penyebab munculnya ketombe, yaitu :
A.    Produksi sebum berlebih
Sebum berkaitan dengan signaling hormon, diferensiasi sel epidermis kulit kepala, dan perlindungan terhadap radiasi sinar ultraviolet. Sebum merupakan campuran dari trigliserida, asam lemak, wax ester, sterol ester, kolesterol, dan kolesterol ester. Oleh mikroba, trigliserida dan ester dipecah menjadi digliserida, monogliserida, dan asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini berperan dalam inisiasi respon iritasi yang berkaitan dengan terjadinya hiperproliferasi kulit kepala sehingga terjadi deskuamasi sel-sel epidermis kulit kepala.
B.  Tekanan emosional dan stres yang berlebihan
          Stres dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan tubuh untuk melawan jamur, sehingga jamur Pytosporum ovale  yang pada awalnya merupakan flora normal, berubah menjadi jamur yang patogen dan menyebabkan gangguan pada kulit kepala.
C.  Malassezia furfur
M. furfur merupakan flora normal tetapi tidak pada semua orang pertumbuhannya tidak terkendali dan menyebabkan ketombe. Alasan mengapa ada individu yang tahan terhadap M. furfur dan yang tidak belum diketahui secara jelas. Beberapa kemungkinan yaitu karena perbedaan barier fungsi stratum corneum tiap orang, permeabilitas kulit, atau respon imun terhadap asam lemak bebas atau protein dan polisakarida dari jamur M. furfur ( Schwartz, 2002).
D.  Jarang keramas
Pada seseorang yang jarang keramas, kulit kepalanya menjadi kotor dan berminyak sehingga ketombe mudah muncul.
E.   Iritasi pada kulit kepala
Sensitif terhadap produk perawatan rambut (dermatitis kontak), dapat menyebabkan merah dan gatal pada kulit kepala. Keramas terlalu sering atau menggunakan terlalu banyak produk perawatan rambut juga dapat mengiritasi kulit kepala dan akhirnya menyebabkan ketombe.
F.   Kulit kering
Kulit kering merupakan penyebab umum timbulnya rasa gatal dan pengelupasan kulit. Pengelupasan kulit karena kulit kering umumnya lebih kecil dan lebih sedikit dibanding penyebab ketombe lainnya.  

Untuk dapat mengatasi masalah ketombe ini, gejala dan tanda yang perlu untuk diketahui, yaitu :
1.    Serpihan / Sisik
Serpihan / sisik berwarna putih dengan berbagai ukuran merupakan tanda yang paling mudah terlihat dan muncul di luar kulit kepala serta menempel pada helaian rambut. Ketombe yang berupa serpihan atau sisik adalah awal mula terjadinya kerontokan rambut saat terjadi pengelupasan sel-sel kulit mati yang terlalu cepat.
2.    Timbul rasa gatal dan kemerahan
Pengelupasan atau pergantian dari sel-sel kulit mati di sekitar kulit kepala akan menimbulkan rasa gatal yang luar biasa dan kemerahan (seborrhea) pada kulit kepala.

Apa Yang Dapat Dilakukan Apabila Mengalami Ketombe?
Beberapa hal yang dapat dilakukan apabila kita megalami ketombe adalah:
  •  Keramas dengan sampo yang cocok dengan kondisi kulit kepala.
  • Mengurangi pemakaian produk perawatan rambut yang berlebih seperti hairspray, gel, dan lain sebagainya yang dapat meninggalkan kotoran yang menyebabkan pertumbuhan jamur.
  • Sedikit berjemur di pagi hari yang akan menyebabkan pertumbuhan ketombe menjadi berkurang. Hindari berjemur terlalu lama bahkan di siang hari karena dapat memicu keringat yang akan menyebabkan pertumbuhan ketombe semakin pesat

Apa Saja Yang Digunakan Untuk Mengatasi Ketombe?
    Menurut BPOM 2009 dan Djunarko, 2011, untuk mengatasi ketombe dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa zat aktif yang terkandung dalam sampo-sampo anti ketombe yang mudah ditemui di swalayan atau di toko-toko terdekat. Zat aktif yang dimaksud antara lain:
  1.  Sulfur, memiliki efek sebagai anti ketombe
  2. Asam salisilat, dapat mempercepat regenerasi sel kulit
  3. Zinc pyrithoine, adalah senyawa yang digunakan sebagai anti bakteri dan anti jamur khusus untuk yeast cell
  4. Selenium sulfide, merupakan suatu zat anti jamur yang efektif mengatasi infeksi jamur baik di kulit kepala atau bagian tubuh lainnya.
  5. Ketoconazol, merupakan salah satu anti jamur, termasuk golongan imidazole yang efektif menghambat pertumbuhan sel jamur.
  6. Piroktin Olamin, kadang digunakan pada sampo anti ketombe sebagai pengganti dari ketoconazol.

    Penggunaan sampo dengan kandungan zat aktif tersebut dapat digunakan setiap 2 hari sekali, denga nmetode dibiarkan dahulu selama 3-5 menit sebelum dibilas sampai bersih untuk memaksimalkan kerja zat aktif. Setelah ketombe berkurang, pemakaian sampo dapat dikurangi dan digantikan dengan sampo biasa. Apabila ketombe sudah benar-benar tidak tampak, penggunaan sampo dengan zat aktif diatas dapat dihentikan. Penggunaan berbagai zat aktif bila digunakan dalam jangka waktu yang terlalu lama dapat memberikan efek samping yang tidak diinginkan. Pada penggunaan anti ketombe efek samping yang mungkin terjadi adalah dermatitis yang terjadi pada kulit kepala serta kerusakan rambut antara lain rambut rontok, berubah warna dan patah – patah.

Bahan Alam Untuk Mengatasi Ketombe
Beberapa bahan alam dapat digunakan untuk mencegah atau menanggulangi ketombe, walaupun efeknya tidak sehebat zat aktif diatas, namun bahan alam ini dapat dijadikan sebagai alternantif mengatasi ketombe
1.  Lidah Buaya

Dalam gel lidah buaya terkandung lignin yang mampu menembus dan meresap ke dalam kulit, sehingga gel akan menahan hilangnya cairan dalam permukaan kulit. Akibatnya, kulit tidak menjadi cepat kering(Furnawanthi, 2002).

2. Jeruk nipis

Kandungan zat kimia dalam air perasan jeruk nipis memiliki efek anti jamur, oleh sebab itu air perasan jeruk nipis sering dimanfaatkan masyarakat untuk mengobati ketombe (Astarini, 2010).






3. Kulit Buah Manggis

Zat alam yang sedang naik daun ini ternyata juga memiliki efek yang sangat baik dalam menghambat pertubuhan jamur penyebab ketombe (Ni’maa, 2011).




Daftar Pustaka:
Astarini (2010), Kimia Organik Bahan Alam 1, PenerbitKarunika. Jakarta
Direktorat Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2009, Naturakos, Vol. IV / No. 11 September 2009, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Djunarko, I., dan Hendrawati, Y.D., 2011, Swamedikasi yang Baik dan Benar, PT. Intan Sejati, Klaten, pp. 68-69.
Furnawanthi I., 2002, Khasiat Dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib, Agromedia Pustaka, Jakarta
Hadisuwarno, H., 2012, Gejala dan Faktor Resiko Dari Ketombe, http://obatketombe.com/gejala-dan-faktor-resiko-dari-ketombe/, diakses tanggal 20 November 2014
Kusumadewi, 1989, Penanggulangan ketombe secara kosmetik, Jakarta : Tira Pustaka, p. 29-31.
Ni’maa, D.K., 2011, Perbandingan Ekstrak Kulit Buah Manggis (GarciniaMangostana Linn) dengan Ketokonazole 2% dalam Menghambat Pertumbuhan Pityrosporum Ovale pada Ketombe, Karya Tulis Ilmiah, Universitas Diponegoro, Semarang
Schwartz, J.R., DeAngelis,Y.M., and Dawson, T.L., 2002, Dandruff and Seborrheic Dermatitis : A Head Scratcher, http://www.pgscience.com/files/pdf/Dr._ Thomas_Dawson/TRI_book_chapter_Ch12_Dandruff.pdf, diakses pada 20 November 2014.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K., 2010, Obat-Obat Penting, Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 99-100.
            Toruan, T., 1989, Ketombe dan Penanggulangannya, Jakarta : Pustaka Media, p. 35.