Adrienne
Roma A., S.Farm (148115002)
Defilia Anogra Riani, S.Farm (148115015)
Asma merupakan salah satu penyakit
saluran nafas yang banyak dijumpai, baik pada anak-anak maupun dewasa. Kata
asma (asthma) berasal dari bahasa
Yunani yang berarti “terengah-engah”. Lebih dari 200 tahun yang lalu,
Hippocrates menggunakan istilah asma untuk menggambarkan kejadian pernafasan
yang pendek-pendek (shortness of breath).
Sejak itu istilah asma sering digunakan untuk menggambarkan gangguan apa saja
yang terkait dengan kesulitan bernafas (Ikawati, 2014).
Berdasarkan manifestasi klinisnya, asma
dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. Asma
kronik, ditandai dengan sesak nafas yang disertai dengan bengek, pasien mengeluhkan dada sempit, batuk (terutama pada
malam hari), atau bunyi pada saat bernapas (mengi). Hal ini sering terjadi pada
saat latihan fisik tetapi juga dapat terjadi secara spontan atau karena adanya
alergen.
b. Asma
akut: Pasien kemungkinan mengalami kecemasan
dan mengeluh sesak nafas yang hebat dan tergolong parah, napas pendek, dada
sempit seperti terasa terbakar. Pasien hanya dapat berkata beberapa kata dalam
satu napas (Dipiro, 2008).
Gejala
awal berupa batuk terutama pada malam atau dini hari, sesak napas , napas
berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya, rasa berat
di dada dan dahak sulit keluar. Gejala yang berat adalah serangan batuk yang
hebat, sesak napas yang berat dan tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan,
yang dimulai dari sekitar mulut), sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman
adalah dalam keadaan duduk dan kesadaran menurun (Dipiro,2008; American Lung Association, 2010).
Bagaimana terjadinya
asma????
Asma merupakan reaksi hipersensitivitas
tipe 1, dimana reaksi timbulnya inflamasi berlangsung cepat. Inflamasi yang
menyebabkan asma diawali oleh adanya pejanan alergen yang masuk ke dalam tubuh
dari lingkungan atau adanya faktor
pencetus lain. Alergen yang masuk ke dalam
tubuh akan dikenali oleh makrofag dan mengakibatkan aktivasi sel CD4 yang
kemudian memproduksi interleukin. Interleukin kemudian akan memicu kemotaksis
dan aktivasi eosinofil dan neutrofil. Paparan alergen juga akan mengaktivasi
sel B yang akan memproduksi IgB yang kemudian berikatan dengan sel mast
menyebabkan degranulasi sel mast. Sel mast yang terdegranulasi akan memicu
pelepasan mediator-mediator inflamasi, seperti histamin, leukotrien,
prostaglandin dan kemotaktan lain.
Adanya mediator-mediator inflamasi ini
selanjutnya mengakibatkan inflamasi pada jalan nafas. Terjadi perubahan
reseptor muskarinik di bronkus yang memicu peningkatan kadar asetilkolin dan
menyebabkan timbulnya vasodilatasi,
sekresi mukus yang berlebihan, timbulnya edema pada jalan nafas dan
bronkokontriksi. Adanya eosinofil, limfosit dan makrofag juga menyebabkan
cedera pada jaringan secara langsung sehingga mengakibatkan deskuamasi epitel
dan fibrosis pada epitel bronkial yang akan mengakibatkan peningkatan
hipersensitivitas bronkial. Faktor yang dapat memicu asma adalah :
a.
Alergen
(serbuk sari, kecoa, jamur, dll.)
b.
Infeksi,
sperti oleh Rhinovirus, Influenza dan Pneumonia
c.
Lingkungan
( udara dingin, gas SO2, No2, asap rokok, dll)
d.
Emosi,
seperti cemas dan stress
e. Olahraga
dan hiperventilasi (keadaan napas yang berlebihan akibat kecemasan yang mungkin
disertai dengan histeria atu serangan panik)
f.
Obat-obatan,
seperti Aspirin
g.
Genetik
(Brashers, 2007).
Bagaimana cara pengobatan asma????
Pengobatan asma dapat dilakukan dengan
menggunakan obat maupun tanpa menggunakan obat. Pengobatan dengan menggunakan
obat disebut dengan terapi farmakologi
dan pengobatan tanpa menggunakan obat disebut terapi non farmakologi. Adapun tujuan dari pengobatan asma itu
sendiri yaitu untuk:
- Mengendalikan dan menghilangkan gejala asma
- Mencegah kekambuhan asma
- Mencegah komplikasi asma
- Meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup pasien asma agar dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
Terapi non farmakologi/tanpa obat:
- Pemberian oksigen
- Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
- Menghindari faktor pencetus asma
- Menerapkan pola hidup sehat, seperti berhenti merokok, menghindari kegemukan, dan melakukan aktivitas fisik yang dapat menunjang kesehatan pernafasan misalnya senam asma, bersepeda, dan berenang
Terapi farmakologi/ dengan obat
1. Pengontrol asma (Controllers)
Pengontrol atau yang sering disebut pencegah adalah pengobatan asma
jangka panjang untuk mengontrol asma, diberikan rutin setiap hari untuk
mencapai dan mempertahankan keadaan asma terkontrol pada asma persisten. Yang
termasuk obat pengontrol yaitu:
• Kortikosteroid
inhalasi
Merupakan pengobatan
jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol asma. Penggunaan steroid
inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru, menurunkan hiperesponsif jalan
napas, mengurangi gejala, mengurangi frekuensi dan berat serangan dan
memperbaiki kualitas hidup. Steroid inhalasi adalah pilihan bagi pengobatan
asma persisten (ringan sampai berat). Contoh obat: Beklometason dipropionat,
Budesonid, Flunisolid, Flutikason, Triamsinolon asetonid.
• Kortikosteroid
sistemik
Cara pemberian
melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat indeks terapi (efek/ efek
samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik daripada steroid oral
jangka panjang. Contoh obat: prednison dan dexamethasone.
• Kromolin
Pemberiannya
secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada asma persisten ringan. Dibutuhkan
waktu 4-6 minggu pengobatan untuk menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau
tidak. Contoh obat: Sodium kromoglikat dan Nedokromil sodium.
• Metilsantin
Berbagai studi
menunjukkan pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki
faal paru. Contoh obat : teofilin, aminofilin lepas lambat.
• Agonis
beta-2 kerja lama (inhalasi)
Termasuk di
dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol dan formoterol yang
mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti lazimnya agonis beta-2 mempunyai
efek relaksasi otot polos, meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan
permeabilitas pembuluh darah dan memodulasi pelepasan mediator dari sel mast
dan basofil.
• Leukotrien
modifiers
Obat ini
merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya melalui oral. Mekanisme
kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan menurunkan bronkokonstriksi
akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise.
Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan
obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah
diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis
reseptor leukotrien sisteinil).
2. Pelega Nafas (Reliever)
Prinsipnya untuk bronkodilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,
memperbaiki dan atau menghambat bronkokonstriksi yang berkaitan dengan gejala
akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi
jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Digunakan setiap kali
terjadi serangan.
Golongan obat yang termasuk pelega nafas yaitu:
• Agonis
beta-2 kerja singkat (inhalasi)
Termasuk
golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan prokaterol yang
telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja (onset) yang cepat. Mekanisme
kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu relaksasi otot polos saluran napas,
meningkatkan pembersihan mukosilier, menurunkan permeabilitas pembuluh darah dan
modulasi pelepasan mediator dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada
serangan akut dan sangat bermanfaat sebagai praterapi pada exercise - induced asthma.
• Antikolinergik
Pemberiannya
secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek pelepasan asetilkolin dari
saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan bronkodilatasi dengan menurunkan
tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu juga menghambat refleks
bronkokonstriksi yang disebabkan iritan. Termasuk dalam golongan ini adalah
ipratropium bromide dan tiotropium bromide.
• Adrenalin
Dapat
sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat. Pemberian secara
subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut atau dengan
gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan bila dibutuhkan,
tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside
monitoring).
Bagaimana cara pemberian
pengobatan asma?????
Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai
cara yaitu inhalasi (langsung ke jalan nafas), oral (dengan cara ditelan) dan
parenteral/ disuntikkan (subkutan, intramuskular, intravena). Pemberian
pengobatan secara inhalasi lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi obat
yang tinggi di jalan napas; efek sistemik minimal atau dihindarkan; beberapa
obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak terabsorpsi pada
pemberian oral (antikolinergik dan kromolin).
Dapus:
American
Lung Association, 2010, State of Lung
Disease in Diverse Communities, www.lungusa.org,
diakases tanggal 24 November 2014.
Depkes
RI, 2007, Pharmaceutical Care Penyakit
Asma, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik DITJEN Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Dipiro,
et. al., 2008, Pharmacotherapy : A
Pathophysiologic Approach, 7th
Edition, Mc Graw Hill, Washington D.C. pp. 1599-1605.
Brashers,
2007, Aplikasi Klinis Patofisiologi:
Pemeriksaan & Manajemen, Ed. 2, EGC, Jakarta, pp. 70-71.
Ikawati,
Z., 2014, Penyakit Sistem Pernafasan dan Tatalaksana Terapinya, Bursa Ilmu,
Karangkajen, Jogjakarta, pp. 104.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar